About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

jejak tapak yang tampak

Senin, 26 Juli 2010

setahun kemarin

well, well, well...

siang-siang, abis makan siang gini lagi gadag pisan di sini. Mending cocoretan deh.
iseng-iseng pas buka-buka fb di BB, buka file notes saya yang jumlahnya ada sekitar 130an.

Terus iseng lagi nyusur tulisan-tulisan lama di situ. eh, ternyata ada note yang dibikin tepat hari ini setahun lalu. Berasa baru. Asa nggak percaya udah setaun aja.
Dan yes, he-eh emang saya udah jarang banget nulis sejak kerja *sigh*
ternyata setaun ke belakang banyak yang terjadi *tsaaahhh*
dari mulai saya TA, lulus, sampe akhirnya awal taun 2010 ini kerja.
tengah taun 2009 ternyata saat-saat saya hobiiiii berat nyampah di notes facebook.
jadi kangen deh

Tulis di sini ah postingan taun lalu...Lalalala
kebetulan bentuknya puisi


Basa Bisu
Monday, 27 July 2009 at 06:54

Hey kamu yang duduk di situ
Mari kuberi sesuatu
Agar kamu cukup tahu

Boleh saja aku diiris tepat di pelipis
Tak apa pula jika kamu memalu pada bahu
atau memanggang di sebelah pinggang
Tapi tolong jangan sobek di muara yang satu itu
Yang jika tersentuh bisa runtuh semua egoku
Yang jika terpompa akan mengembang ke seluruh penjuru dada

Tolong henti cabikan itu
Tega sekali kamu membuatku mengiba
Ingin benci luar biasa tak bisa
Sampai suatu pagi aku buka mata, dan
menyadari selama ini aku memang tak pernah bicara
Tentang pelipis, bahu, pinggang atau muara

Jadi tenang saja, cabikanmu itu bukan dosa
Hanya saja sepertinya aku sedang membangun neraka

Senin, 05 Juli 2010

5 Juli 2010


Di sebuah pantry entah bagaimana awalnya (tidak ingat), saya terlibat pembicaraan dengan seorang office boy (OB). Di tengah obrolan, ada kata-katanya yang membuat saya tertegun seketika. Dia bilang, “Kata orang hidup itu kejam. Ah, kejam apanya? Saya masih punya tangan, kaki, gak cacat, dan sehat. Betul nggak, mbak?”

Saya yang sedang menunggu milo keluar dari coffee-maker nestle Cuma ber-iya-iya, padahal dalam hati merasa tertampar, seolah malu, dengan pemikiran OB di hadapan saya itu.
Lalu saya kembali ke ruangan kerja, dengan membawa milo panas yang berbusa karena krimmer. ‘Kok bisa dia mikirnya kayak gitu. Hebat.’
Saya teringat sesuatu di dalam tas, lalu mengeluarkannya. Sebuah mukena berwarna merah-jingga dengan gagang kayu di wadahnya dan hiasan sulam di beberapa bagiannya. Itu hadiah ualng tahun yang diberikan ibu untuk saya, tepat di hari ulang tahun saya, kemarin, saat Amerika juga merayakan kemerdekaannya.

Ada sebuah kertas berisi ucapan selamat dan serentet doa di dalamnya, diantaranya agar si cikal ini bisa menjadi waita sholehah dan pandai bersyukur. Tau saja Ibuku ini, anaknya belum solehah & jago bersyukur.

Kadang saya lupa bahwa 8036 hari yang lalu ada seorang wanita berusia 25 bertaruh dengan malaikat maut, demi mengizinkan saya mengecap rasa hidup di bumi, meninggalkan rahimnya yang suci.

Seharusnya saya bersyukur Tuhan masih mengizinkan saya mencium tangannya, memeluk tubuhnya, dan menyuapinya dengan blackforrest bercherry hasil potongan pertama di umur dua puluh dua.

Lalu saya teringat tentang Ayah…sepertinya darah beliau mengalir deras did aging saya. Kami sama-sama keras kepala. Maka tak carang kami berselisih opini, atau beradu tegang. Kami memang bukan pasangan anak-ayah yang selalu harmonis. Tapi, di waktu-waktu tertentu, nasehat ayah saya sering dengan mudah membuat mata saya gerimis.

Maka, kemarin waktu ayah memeluk saya mengucap selamat ulang tahun sambil bergumam, “Mmmm Anak Ayah…” , buru-buru saya lepaskan peukannya. Bukan apa-apa, hanya takut tiba-tiba mencairkan es di pelupuk mata. Masalahnya, di belakang ayah saya saat itu masih mengantri para uwa, tante, Om dan sepupu yang akan memberi selamat. Kebetulan weekend kemarin itu kami habiskan berkumpul denga keluarga pesar ayah di Puncak, tepat saat tanggal 4 Jatuh.

Di tengah ingar-bingar sebelum pertandingan Argentina-Belanda, diam-diam saya perhatikan ayah saya. Beliau masih segar, sehat, walaupun mulai membotak. Diantara rambutanya yang menipis, ada beberapa helai berwarna putih pertanda matangnya usia. Bulan lalu usianya menginjak angka empat puluh delapan.
Lalu mata saya menyangkut pada lengan yang disilangkannya di depan dada. Hmm..tangan itu yang dulu pernah menggendong saya yang ambruk diserang Aedes aegypty saat kelas 3 SD. Tangan itu pula yang sering mengelus tangan dan punggung saya untuk sekedar berbagi hangat semasa kecil.
Dan dalam perjalanannya, Gemini yang satu itu pula yang selalu mengingatkan bahwa setiap peristiwa yang saya labeli sebagai kegagalan, sebenarnya adalah satu cara Tuhan untuk berkata bahwa ada jalan & pilihan yang lebih baik di luar sana, yang perlu saya temukan.

Puas meniup busa milo, saya edarkan pandang ke luar kaca gedung. Ada awan putih menggumpal di sana. Entah imaji saya yang terlalu aktif, atau mungkin memang awan diam-diam ingin menjadi illustrator pikiran saya, kali ini mereka membentuk wajah ibu & ayah.

Apa kabar, Bu, Yah?
Terima kasih untuk delapan ribu tiga puluh lima hari yang luar biasa. Meskipun kita bukan anak dan orang tua yang sempurna, semoga kita bisa saling melengkapi dengan cara yang sempurna.
Jangan dulu lelah mengiringi saya berjalan, jangan duky menyerah mendorong saya berlari, jangan dulu berhenti menjadi alas an untul saya tetap berbakti.
Ayah, Ibu, Terima kasih untuk mengantar saya ke bumi.

-Si Bayi yang lahir di minggu ke-27, hari ke-186 di tahun 1988-

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam 2 tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu-Bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”
(QS. Luqman : 14)