About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

jejak tapak yang tampak

Kamis, 24 Maret 2011

Carrefour tale



Jadi ini kejadiannya tepat kemarin, setelah saya memutuskan untuk nggak langsung pulang ke rumah pulang dari kantor, tapi mampir dulu ke Carrefour ambassador. Nggak tau sih mau ngapain sebenernya, soalnya kalo belanja gitu-gitu baru beberapa hari yang lalu juga di tempat yang sama. Lebih karena pengen aja. Saya emang suka belanja di ranch market macem Carrefour atau Hypermart atau yah took lain semacam itu. Apa ya, seneng aja gitu dorong-dorong trolley diantara lorong terus masuk-masukin barang-barang ke trolley dari mulai barang yang emang dibutuhin sampe barang yang entah-kapan-bakal-dipakenya-tapi-nggak-tahan-untuk-ga-diambil.

Okeh cukup prolognya. Singkat kata singkat cerita (halah), di Carrefour itu saya berenti di tempat buah, tepatnya anggur. Jadi di situ udah banyak kotak-kotak steryofoam berisi anggur yang dibungkus plastic-wrap. Ukurannya macem-macem, ada yang nyampe sekilo ada juga yang nggak. Kalo nggak salah sih sekilo lagi 35 ribu-an gitu anggurnya yang jenis red globe (penting ngga sih ini dibahas? Ya anggap aja info lah ya).



Lalu mata saya menangkap tampilan buah yang lebih menarik : pir ijo di dekat-dekat situ juga. Pas diliat wow sekilo 19 ribu sahajah sodara sodara! Milih-milih pir lah saya. Tapi abis diliat pir-nya kayaknya nggak oke deh. dipikir-pikir kayaknya enakan anggur sih, jadi balik lagi deh ke booth anggur. Labil memang. Makanya saya seneng belanja ke Carrefour sendiri, abis nggak ada yang protes kalo ngiter berapa puteran juga. Yang capek kaki sendiri toh.

Di saat asyik masyuk khusyuk nunduk-nunduk milih anggur yang kira-kira seger-nggak penyet dan gak terlalu berat, datanglah serombongan mbak-mbak berbaju merah dan berkerudung putih, layaknya bendera Polandia tinggal dikerek di tiang bendera. Mereka ikutan milih-milih anggur itu deket-deket saya.
Abis itu dating lagi sesosok makhluk tinggi besar hitam berkumis berwibawa dan berpoloshirt warna krem menghampiri anggur-anggur yang sama. Dari penampakannya beliau sepertinya bukan jin. Hanya saja saya prediksikan sebagai orang India atau Malaysia turunan India. Untungnya Si Om itu nggak bau (biasanya orang Indihe ya you know lah). Males saya juga. Hehe

Tau-tau si Om itu ngomong sesuatu ke salah satu mbak berbaju bendera Polandia. Karena ngerasa bukan saya yang diajak ngomong, ya saya sih lanjutin aja milih-milih anggur. Yang ketangkep telinga Cuma ‘try’. Entah pengen nyicip ni anggur entah apa. Nggak terlalu merhatiin. Si mbak-mbak berbaju bendera Cuma dadah-dadah nggak ngomong apa-apa. Saya asumsikan si mbak pengen bilang “No.”

Abis itu si Om ngomong lagi, tapi entah ngomong apa karena (lagi-lagi) saya nggak merhatiin toh bukan saya yg diajak ngobrol. Dia Inggrisnya agak nggak jelas juga sih. Ya tau sendiri orang india logatnya gitu. Kalo anak SITH yang notabene waktu TPB pernah sekelas sama anak India-Malaysia pasti kebayang maksudnya logat Inggris-India kayak apa (selain kenyataan bahwa Indihe itu biasanya blunder, kalo ngomong ‘iya’ tapi kepalanya geleng-geleng. Acha acha. Nggak konsisten)

Dia terus ngomong sambil jarinya ngumpul berbentuk kuncup, dan kepalanya goyang-goyang. Kebayang? Yah, sejenis gerakan tina toon lah. Nggak sih, nggak separah itu. Tapi cukup ekspresif.
Sampai akhirnya si rombongan mbak berbaju bendera Polandia pergi sambil bilang ‘ah nggak ngerti.’ Bahkan mereka nggak ngambil sekotak anggur pun! Dasar nggak bertanggung jawab, udah mencet-mencet anggur nggak beli! Lah kok saya yang sewot?!

Tinggal lah saya dan si Om Indihe di sekitaran anggur. Berbekal kesotoyan, saya bilang aja, “Sorry, Sir. You can’t taste this grape. It’s already packed.”
“You know, I need spice, like cinnamon, pepper…”

Oh ternyata si Om nyari bumbu toh!
“I guess it must be someplace near the meat or vegetables section. But I’m not sure. Why don’t you ask shopkeepers around here. They’re everywhere.”

Si Om jawab putus asa, “They can’t speak English.”

Karena kasian, yaudah saya bilang deh, “Okay then. Wait a sec, I’ll ask him for you.” sambil nunjuk salah satu mas-mas Carrefour yang lagi bawa popmie.

Saya samperin lah si mas Carrefour itu. “Mas, mas tempat bumbu-bumbu yang udah jadi gitu di mana ya?”
Si mas Carrefour nunjukin tempatnya.

Selesai dapet info, balik lagi lah saya ke arah Si Om. Perasaan waktu saya ninggalin si om beberapa detik yang lalu, di situ Cuma ada seonggok Om-Om India tinggi besar item kumisan deh, kok sekarang jadi nambah satu lelaki india lagi, yang Alhamdulillah sih jauh lebih enak dipandang. Eh, jauh banget malah. Masih muda pula. Kirain ada Dev Patel nyasar ke ambassador. Kalo iya mo saya ajakin joget Jai Ho. Halah.

Si Om liat saya balik, sumringah gitu. “Hey! I met my son. Thank you.” Terus mereka pergi ke arah yang bener (sesuai yang dikasih tau si mas Carrefour ke saya), padahal saya belom kasih tau si Om.

Oh, kayaknya si Om tadi sejenis anak ilang deh. Cuma kebalik. Dia orang tua ilang. Mungkin tadi dia sama anaknya (si dev patel) yang kerja atau kuliah di Indonesia ini, terus misah, dan si Om berinisiatif nyari bumbu, tapi nggak ada orang yang bisa ditanya. Ya oloh Om kesian amat.

Misah di situ, eh tau-tau saya ketemu lagi sama si om dan anaknya. Si Om itu heboh nunjukkin belanjaan bumbunya, “Look at here. I’m looking for this, and this, and all of this.” Sambil ngeluarin bungkusan cengkeh, ketumbar, kayumanis, sama apaaa gitu entah (ketauan ga tau bumbu gini saya. hahehe)

“Good then, Mister, finally you find what you’re looking for.”
“Thank you for helping me.”
“Nevermind. Happy shopping!”
“See you!”

Dipikir-pikir kalimat ‘happy shopping’ yang saya sebut itu kok jatohnya jadi kayak online shop gitu ya. Tinggal pake ‘sist’ atau ‘bro’ ajah hahaaha..

Jadi inti cerita ini apa sodara-sodara?
Moral of this story is : jangan dulu antipati sama Om-om tinggi besar item berkumis, karena----karena eh karena----siapa tau anaknya ganteng.
Halah.



-udah lama nggak nyampah-